Berita

Apa Itu PPN (Pajak Pertambahan Nilai)? Definisi, Tarif dan Objek

Indra Bonit

Apa Itu PPN (Pajak Pertambahan Nilai) Definisi, Tarif dan Objek
Ilustrasi apa itu PPN, definisi, tarif dan objek, Source Image: flazztax.com

Iberian-Partners.com – Kalian tentu sudah tidak asing lagi dengan Pajak Pertambahan Nilai atau PPN. Informasi terkait PPN ini terkadang bisa kita lihat pada struk pembelian. Lalu apakah kalian tahu apa itu PPN?

PPN atau Pajak Pertambahan Nilai menjadi jenis pajak yang bisa dikatakan cukup sering bersentuhan dengan masyarakat. Hampir semua barang yang diperjualbelikan akan terkena PPN (Pajak Pertambahan Nilai) dengan tarif sesuai ketentuan.

Terkait tarif Pajak Pertambahan Nilai yang dibebankan juga cukup beragam, dimana ini akan mengacu pada Undang-Undang yang mengatur. Perlu diketahui bahwa tarif PPN mulanya hanya 10%, dan kemudian naik bertahap menjadi 11% lalu 12%.

Kenaikan tarif Pajak Pertambahan Nilai juga merupakan bagian dari revisi UU Perpajakan yang ada dalam RUU HPP (Harmoni Peraturan Perpajakan). Dalam hal ini, akan ada banyak sekali penjelasan yang harus dipahami, untuk itu langsung saja kita masuk ke ulasan lengkap berikut ini.

Apa Itu PPN?

Apa Itu PPN
Source: metaranews.co

Ketika melakukan transaksi, baik pada barang ataupun jasa, kita seringkali dihadapkan dengan istilah PPN bukan? Ya, PPN adalah singkatan dari Pajak Pertambahan Nilai, yang mana merupakan pungutan dikenakan pada proses distribusi maupun transaksi.

Pungutan Pajak Pertambahan Nilai ini sangat umum ditemukan dalam kegiatan transaksi sehari-hari, seperti belanja di minimarket, supermarket atau di restoran, bahkan hingga Coffee Shop. Untuk itu, kalian perlu memahami lebih lanjut terkait apa itu PPN.

PPN atau Pajak Pertambahan Nilai adalah pemungutan pajak terhadap transaksi jual beli produk maupun jasa dalam negeri kepada wajib pajak pribadi, badan usaha maupun pemerintah.

Dalam istilah Bahasa Inggris, Pajak Pertambahan Nilai dikenal dengan Goods and Services Tax (GTS) atau Value Added Tax (VAT). Pajak ini bersifat tidak langsung, objektif serta non kumulatif. Artinya, pajak tersebut dibayarkan secara tidak langsung oleh pedagang, melainkan oleh konsumen.

Dimaksudkan disini, bahwasanya pihak yang berkewajiban memungut, menyetor serta melaporkan PPN adalah para pedagang/penjual. Akan tetapi, pihak yang berkewajiban membayar Pajak Pertambahan Nilai yaitu Konsumen Akhir.

Pajak Pertambahan NIlai dikenai dan disetorkan oleh pengusaha atau perusahaan yang telah dikukuhkan sebagai PKP (Pengusaha Kena Pajak). Tapi, beban PPN tersebut ditanggung oleh konsumen akhir.

Per 1 Juli 2016, PKP se-Indonesia diwajibkan untuk membuat faktur pajak elektronik atau e-Faktur guna menghindari penerbitan faktur pajak fiktif untuk pengenaan PPN kepada lawan transaksi.

Dasar Hukum Pajak Pertambahan Nilai

Dasar Hukum Pajak Pertambahan Nilai
Source: fahum.umsu.ac.id

Berbicara mengenai dasar hukum adanya pemungutan Pajak Pertambahan Nilai, hal ini tercantum dalam Undang-Undang Nomor 42 Tahun 2007 Tentang Pajak Pertambahan Nilai Barang dan Jasa dan Pajak Penjualan Atas Barang Mewah.

Sampai saat ini, dasar hukum PPN telah mengalami 3 kali revisi atau perubahan. Hal ini dilakukan guna menyederhanakan kebijakan serta untuk lebih memperhatikan keadilan masyarakat di Indonesia.

Dasar hukum Pajak Pertambahan Nilai terbaru ada di dalam perundang-undangan perpajakan, yaitu UU Harga Pokok Produksi Nomor 7 Tahun 2021 Tentang Harmonisasi Peraturan Perpajakan.

Tarif PPN

Tarif PPN
Source: www.kompasiana.com

Selanjutnya kita masuk ke pembahasan terkait tarif PPN. Seperti dijelaskan diatas bahwasanya Pajak Pertambahan Nilai merupakan salah satu jenis pajak pungutan ketika penyerahan Barang Kena Pajak (BKP) dan/atau Jasa Kena Pajak (JKP).

Secara sederhana, ini merupakan pajak yang ditambahkan dan dipungut atas suatu transaksi. Dalam praktiknya, penjual yang sudah menjadi Pengusaha Kena Pajak (PKP) wajib membuat faktur pajak sebagai bukti pungutan Pajak Pertambahan Nilai.

Pengusaha Kena Pajak juga wajib melaporkannya setiap bulan melalui SPT Masa PPN. Akan tetapi, untuk pihak yang membayar PPN adalah pihak pembeli atau konsumen. Diketahui bahwasanya setiap pajak memiliki tarif masing-masing, begitu pula dengan PPN.

Mengenai tarif PPN, tarif tersebut telah diatur di UU Nomor 42 Tahun 2009 Pasal 7, yang kemudian dilakukan perubahan dengan UU Harmonisasi Perpajakan pada bab IV Pasal 7 ayat 1. Adapun tarif Pajak Pertambahan Nilai berlaku adalah sebagai berikut:

  1. Tarif Pajak Pertambahan Nilai adalah 10%
  2. Tarif Pajak Pertambahan Nilai adalah 12%, paling lambat 1 Januari 2025
  3. Perubahan tarif diatur dalam PP (Bersama DPR dalam RAPBN)

Pada undang-undang baru tersebut juga disebutkan bahwa barang kebutuhan pokok dibutuhkan masyarakat banyak seperti jasa pelayanan kesehatan, jasa pendidikan, maupun jasa layanan sosial akan mendapatkan fasilitas pembebasan Pajak Pertambahan Nilai.

Karakteristik Pemungutan Pajak Pertambahan Nilai

Karakteristik Pemungutan Pajak Pertambahan Nilai
Source: kapzconsulting.com

Berbicara mengenai karakteristik pemungutan PPN, ada beberapa karakteristik yang bisa kalian ketahui, diantaranya adalah sebagai berikut.

1. Pajak Tidak Langsung

Merupakan pajak tidak langsung. Bisa diartikan, bahwa beban pajak ini dialihkan kepada pihak lain yaitu konsumen atau objek dari pajak tersebut. Selain itu, tanggung jawab penyetoran pajak tidak ada di pihak yang memikul beban pajak.

2. Pajak Objektif

Merupakan pungutan yang bersifat objektif. Kewajiban membayar PPN ditentukan oleh objek dari pajak itu sendiri, sehingga kondisi subjek pajak tidak diperhitungkan. Kondisi seseorang sebagai subjek pajak, terlepas dari gender, status sosial atau lainnya semua sama di mata PPN, sehingga akan dikenakan besaran pungutan yang sama.

3. Multi Stage Tax

Selanjutnya ada Multi Stage Tax. Karakter ini dapat diartikan, PPN dikenakan kepada semua rantai produksi dan distribusi. Dimana setiap barang atau objek PPN mulai dari pabrikan ke pedagang sampai ke pengecer, semuanya akan dikenai PPN.

4. Metode Perhitungan Indirect Substraction

Pajak yang dipungut PKP penjual tidak akan langsung disetorkan ke kas negara. PPN terutang yang wajib dibayarkan ke kas negara adalah hasil perhitungan mengurangkan PPN yang dibayar kepada PKP lain (Pajak Masukan) dengan Pajak Pertambahan Nilai yang dipungut dari pembeli (Pajak Pengeluaran).

5. Pajak atas Konsumsi Umum dalam Negeri

Pajak Pertambahan Nilai hanya akan dibebankan kepada konsumsi BKP atau JKP yang dilakukan di dalam negeri. Maka dari itu, komoditas impor juga dikenai Pajak Pertambahan Nilai dengan besaran sama dengan komoditas lokal.

6. Bersifat Netral

Netralitas Pajak Pertambahan Nilai dibentuk oleh 2 faktor, yaitu pengenaan atas konsumsi barang atau jasa, dan menganut prinsip tempat tujuan dalam pemungutannya.

7. Non-Duplikasi

Tidak terjadi adanya pajak berganda. Kemungkinan munculnya pajak berganda bisa dihindari karena PPN hanya dipungut atas nilai tambah saja.

Objek dan Mekanisme Pajak Pertambahan Nilai

Objek dan Mekanisme Pajak Pertambahan Nilai
Source: msmconsulting.co.id

Sesuai dengan namanya, objek pajak Pajak Pertambahan Nilai tentu memiliki landasan hukum yang tercantum dalam UU Nomor 42 Tahun 2009 tentang PPN dan PPnBM atau biasa disebut dengan UU PPN dan PPnBM.

Secara pasti, pasal yang mengatur terkait macam-macam objek PPN dalam UU PPN dan PPnBM diantaranya:

  • Pasal 4 Ayat (1), yang merinci mengenai macam-macam kegiatan yang masuk dalam objek Pajak Pertambahan Nilai.
  • Pasal 16C, yang mengatur mengenai objek PPN yang berupa kegiatan membangun sendiri yang dilakukan tidak dalam kegiatan usaha atau pekerjaan oleh orang pribadi atau badan yang hasilnya digunakan sendiri atau digunakan pihak lain yang batasan dan tata caranya diatur dengan Peraturan Menteri Keuangan (PMK).
  • Pasal 16D, yang mengatur tentang pengenaan Pajak Pertambahan Nilai atas penyerahan BKP berupa aktiva yang menurut tujuan semula tidak untuk diperjualbelikan oleh PKP.

Nah, merujuk pada UU diatas, kategori yang termasuk dalam objek PPn diantaranya adalah sebagai berikut.

  • Penyerahan BKP dalam daerah pabean dilakukan oleh para pengusaha.
  • Impor BKP.
  • Penyerahan JKP dalam daerah pabean dilakukan oleh pengusaha.
  • Pemanfaatan BKP tidak terwujud dari luar daerah pabean di dalam daerah pabean.
  • Pemanfaatan JKP dari luar daerah pabean di dalam daerah pabean.
  • Ekspor BKP berwujud oleh PKP.
  • Ekspor BKP tidak berwujud oleh PKP.
  • Ekspor JKP oleh BKP.

Kemudian terkait mekanisme Pajak Pertambahan Nilai, dalam penyalurannya, ada mekanisme yang harus tertata dan terurut, yakni sebagai berikut.

  • Pengusaha Kena Pajak (PKP) menambahkan Pajak Pertambahan Nilai terhadap Barang Kena Pajak (BKP) yang dibeli oleh Wajib Pajak dan harus memberikan faktur sebagai bukti.
  • Tarif Pajak Pertambahan Nilai yang tertuang dalam faktur merupakan pajak keluaran bagi PKP penjual Barang Kena Pajak (BKP).
  • Pajak Pertambahan Nilai bersifat pajak yang dibayar di muka selama PKP menjalankan usahanya.
  • Jika ditemukan perbedaan, dimana pajak keluaran lebih besar daripada pemasukan, maka wajib disetorkan ke kas negara. Namun jika sebaliknya, maka selisih tersebut bisa dimasukkan dalam kompensasi pajak berikutnya.
  • SPT masa Pajak Pertambahan Nilai wajib disampaikan oleh PKP setiap bulan.

Cara Menghitung Pajak Pertambahan Nilai

Cara Menghitung Pajak Pertambahan Nilai
Source: pajak.io

Di pembahasan akhir kami akan memberikan penjelasan terkait cara menghitung pajak pertambahan nilai. Perlu diketahui juga bahwasanya cara menghitung PPN ini tentunya berbeda dengan cara menghitung PPh 21 yang sebelumnya sudah kami bahas. Nah, untuk bisa menghitung pajak pertambahan nilai, kalian bisa menggunakan rumus berikut ini.

Tarif PPN = DPP (Dasar Pengenaan Pajak) X Harga Produk/Jasa

Untuk lebih mudah mengetahui cara perhitungannya, kalian bisa simak contoh di bawah ini.

Tono membeli minuman di sebuah Coffee Shop. Coffee Shop tersebut memasukkan PPN kepada setiap pelanggan. Apabila harga minuman Tono Rp 24.000, maka PPN yang dibebankan adalah:

PPN = DPP (Dasar Pengenaan Pajak) X Harga Produk/Jasa
= 10% x Rp 24.000
= Rp 2.400

Melihat perhitungan diatas, maka total Pajak Pertambahan Nilai yang dibayarkan oleh Tono adalah sebesar Rp 2.400. Biaya ini diluar dari harga minuman kopi yang dipesan. Jadi, kalian tidak perlu bingung jika harus membayarkan lebih dari harga produk, karena bisa dipastikan akan ada Pajak Pertambahan Nilai didalamnya.

Kesimpulan

Mengenai pembahasan diatas terkait apa itu PPN (Pajak Pertambahan Nilai). Disini dapat disimpulkan bahwa PPN ini akan dikenakan kepada setiap konsumen yang melakukan transaksi pembelian produk/barang maupun jasa.

Disamping itu, adanya Pajak Pertambahan Nilai juga memiliki ketentuan yang tertuang dalam Undang-Undang Harga Pokok Produksi (HPP) Nomor 7 Tahun 2021 Tentang Harmonisasi Peraturan Perpajakan.


Editor: Ari

Photo of author

Indra Bonit

Indra Bonit, lulusan S2 Universitas Indonesia, telah membangun karir menulis selama 7 tahun, fokus pada topik lowongan kerja dan gaji. Keahliannya menginspirasi banyak pencari kerja, memadukan penelitian mendalam dengan pengalaman nyata.

Baca Juga